Lebih Baik Ekonomi Tuhan
Banyak dari kita masih meragukan teori
“kalau memberi pasti akan menerima”. Dan masih banyak yang berfikir memberi akan
merauk pundi-pundi harta miliknya. Mungkin penyebabnya adalah kita terlalu
mengedepankan penggunaan rumus perhitungan ekonomi manusia. Padahal rumus
tuhan sangat berbeda.
Peribahasa, sedikit demi sedikit
lama-lama menjadi bukit, tidak selalu terbukti. Ketika kita kumpulkan harta,
sen demi sen, rupiah demi rupiah, sampai saat tertentu, kita sangka jumlahnya akan terus membesar. Namun apa
gunanya simpanan bertambah, sedang sang
pemilik akhirnya terbaring sakit? Harta akan kembali terkuras untuk membiayai
penyakit yang ada. Atau bisa jadi musibah, entah itu kebakaran, banjir, tanah
longsor , gempa bumi atau yang lain yang dapat menyapu bersih harta benda yang
dibangga-banggakan tersebut. Dan sudah bisa diterka , kita kembali miskin.
Dunia seakan menjadi sempit sesempit rezeki yang sirna oleh bencana. Allah
berfirman dalam Al-Qur’an :
“Allah melapangkan rezeki bagi siapa
saja yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan Dia pula yang
menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.(QS:
Al- Ankabuut : 62)
Perintah berbagi dengan mengeluarkan
sebagian rezeki kepada sesama, baik itu berupa sedekah, infak, maupun zakat
menjadi bagian penting yang menunjuk inmplementsi keimanan. Karena itu, dalam
banyak ayat, Allah memerintahkan mendirikan Shalat yang kemudian diikuti dengan
perintah membayar zakat. Artinya, sholat adalah cirri dari kesalehan ritual,
yang disempurnakan dengan zakat sebagai
karakter kesalehan sosial. Orang yang saleh secara sosial akan lebih berjiwa dermawan, dan
kedermawanannya tak akan mengurangi miliknya sedikitpun. Apa yang
dissedekahkannya justru akan bertambah berlipat ganda. Itulah Ekonomi Tuhan.
Pada dasarnya semua ini adalah milik Allah, kita hanyalah dipinjamkan. Jika prinsip itu yang tertanam maka semua harta yang kita miliki adalah untuk kemaslahatan umat. Ayo kita terus menulis dan menyebarkan kalimat itu.
BalasHapus